Pustaka Bentara kali ini akan membincangkan buku “Becoming”, 20 Tahun kelompok perupa GalangKangin dalam menapak dunia kesenirupaan. Selain berisi rangkuman berita terkait aktivitas komunitas ini selama kurun waktu tersebut, terdapat pula tulisan-tulisan kurator pameran, catatan-catatan narasumber terpilih perihal capaian Galang Kangin, termasuk sejumlah kaleidoskop kegiatan.
Sebagai narasumber diskusi yakni Hardiman, yang juga bertindak selaku editor buku serta beberapa kali dipercaya menjadi kurator pameran Galang Kangin. Tampil pula para seniman antara lain, Made Supena, Galung Wiratmaja, I Wayan Setem, dan lain-lain, yang akan berbagi pengalaman bagaimana mengelola kebersamaan komunitas kreatif dengan berbagai latar anggotanya yang boleh dikata berbeda serta memiliki kecenderungan perkembangan gaya lukisnya masing-masing.
Akan ditimbang pula keberadaan Galang Kangin dibandingkan komunitas-komunitas serupa yang ada di BAli atau di tanah air, berikut problematikyang membayangi sebuah kelompok seni rupa dalam merawat eksistensi komunitas di satu sisi dan capaian individu sebagai seniman dengan karya yang mempribadi. Dialog ini juga menandai upaya Galang Kangin yang tengah mempersiapkan satu pameran retrospektif yang mencerminkan dinamika sepanjang 20 tahun ini.
Komunitas Galang Kangin didirikan tahun 1996 dan secara rutin menyelenggarakan aktivitas pameran. Para anggotanya juga meraih berbagai penghargaan seni rupa serta melakukan pameran di dalam maupun di luar negeri.
Upaya berbagai pihak, termasuk swasta, untuk mengebangkan potensi anak-anak muda dalam penciptaan aplikasi digital yang memberi solusi bagi persoalan bersama perlu diapresiasi sangat tinggi. Upaya-upaya macam itu akan menjadikan negeri ini kuat karena menemukan berbagai solusi bagi persoalannya yang diawali dari adanya sinergi yang baik antara dunia usaha, masyarakat, dan pemerintahnya. Demikian disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara saat membuka ajang The NextDev 2017 yang diselenggarakan oleh Temkomsel, yakni kompetisi pengembangan aplikasi digital untuk solusi masalah-masalah sosial.
Rudiantara berharap kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dapat terus diperkuat agar solusi-solusi bagi Smart City dan Smart Rural dan lainnya dapat lebih cepat terealisasi.
“Karena itu berbagai kendala non teknis dan birokrasi yang umumnya dihadapi para pengembang aplikasi ketika memecahkan suatu masalah, harus diminimalisir oleh semua pihak,” ungkap Rudiantara.
Kompetisi The NextDev 2017 adalah sebuah ajang inkubasi bagi startup pengembang aplikasi digital khususnya di wilayah Bali dan sekitarnya. Ini merupakan program tahunan yang telah digelar selama tiga kali berturut-turut. Tahun ini, tak kurang dari 1400 aplikasi berhasil di jarring melalui kompetisi ini. Aplikasi-aplikasi itu berasal dari para pengembang aplikasi di seluruh Indonesia.
Mengusung tema Karya Anak Bangsa untuk Solusi Indonesia, The NextDev 2017 menantang kaum muda untuk menciptakan aplikasi digital yang memberikan dampak sosial yang positif untuk mendukung pengembangan ekosistem digital dan pembangunan Indonesia yang digital.
Menurut Manager Branch Telkomsel Denpasar, Endra Diputra, ajang ini merupakan upaya pihaknya mewadahi potensi generasi muda agar memanfaatkan teknologi secara tepat guna.
“Jadi anak-anak muda yang cerdas itu kami arahkan untuk berkreasi menghasilkan aplikasi digital yang mampu mengatasi masalah di masyarakat,” ucapnya.
Berkait aplikasi digital, Denpasar merupakan salah satu kota yang memiliki anak muda dengan tingkat kepedulian yang tinggi akan berbagai permasalahan sosial di kotanya. Mereka terdorong untuk membantu mencari solusi dengan mengembangkan berbagai aplikasi mobile. Ini terbukti dari beberapa start up muda asal Denpasar yang menghadirkan aplikasi dan platform ERZAP yang menjadi Top 20 Finalis NextDev di tahun 2015, dan diikuti dengan aplikasi TUNTUN yang menjadi Top 5 Finalis NextDev 2016.
“Keberhasilan start up yang berasal dari kota Denpasar selama dua tahun berturut-turut dalam kompetisi ini membuat kami optimis akan potensi dari developer muda di kota ini. Selain membanggakan, kami juga yakin keberhasilan mereka akan memotivasi generasi muda yang lain untuk berprestasi melalui The NextDev Competition 2017,” papar Endra.
Ajang ini berfokus pada isu fundamental pada pembangunan Indonesia yang digital, yakni ekosistem pendukung kehidupan masyarakat Indonesia, baik perkotaan maupun perdesaan.
Dalam kompetisi The NextDev 2017, kategori yang bisa dipilih oleh peserta sebagai dasar pengembangan solusi merefleksikan berbagai bidang yang menyentuh aspek kehidupan masyarakat secara langsung, di antaranya kesehatan, edukasi, agrikultur, dan transportasi.
Karya mereka juga akan bermanfaat bagi orang banyak, tim terbaik dari masing-masing kategori juga akan mendapatkan berbagai hadiah menarik yang disebut dengan 7M, yakni Market Access (akses pasar), Marketing (publisitas), Mentoring (pelatihan dan pendampingan), Management Trip (study visit ke pelaku industri telekomunikasi di luar negeri).
Juga, Money (uang tunai), Monetizing (peluang besar untuk memperoleh pendapatan melalui kolaborasi dengan stakeholder terkait). Match Expert (perekrutan profesional sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan bisnis startup).***
http://www.denpasarkreatif.com/wp-content/uploads/nextdev.jpg495996Adminhttp://www.denpasarkreatif.com/wp-content/uploads/Logo-BeKraf-Denpasar_png-300x138.pngAdmin2017-09-24 08:49:202017-09-24 08:49:201400 Aplikasi pada “The NextDev Competition 2017”
UNTUK menjadikan persepsi masyarakat mengenai investasi menjadi sesuatu yang terasa asyik dan menyenangkan, Otoritas Jasa Keuangan menempuh cara inovatif untuk mengedukasi masyarakat di Bali terkait investasi di pasar modal lewat permainan berbasis aplikasi yakni “Nabung Saham Go” dan “Stocklab”.
Menurut Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Nasirwan, cara tersebut dilakukan agar upaya edukasi yang dilakukan mampu menyentuh masyarakat ke segala lapisan sehingga tidak terkesan kaku seperti edukasi-edukasi melalui seminar atau lokakarya. “Jadi, (edukasinya) lebih menyenangkan dan tidak formal,” terangnya.
Sosialisasi diselenggarakan di Kantor OJK di Denpasar, 19-20 Juli 2017.
Dua permainan yang diperkenalkan sebagai sarana sosialisasi itu menggunakan beberapa istilah pasar modal sederhana yang membuat pemainnya menjadi terbiasa mendengar sekaligus mengetahui arti masing-masing istilah tersebut.
Permainan pertama bernama “Nabung Saham Go” merupakan aplikasi permainan yang menyimulasikan transaksi yang dibuat secara sederhana untuk memudahkan pengenalan pasar modal kepada masyarakat yang masih awam. Aplikasi tersebut dibuat, dikembangkan dan dikelola oleh PT Winratama Perkasa atau Wingamers yang dapat diunduh di google playstore dan appstore.
Permainan kedua bertajuk “Stocklab” yakni permainan simulasi investasi berbentuk kartu yang diluncurkan bersama dengan Nabung Saham GO pada 27 Agustus 2016 di Bursa Efek Indonesia. Ini adalah inovasi baru sejak pasar modal diaktivasi di Indonesia 39 tahun lalu.
Berdasarkan survei indeks literasi keuangan tahun 2016 indeks pasar modal nasional hanya mencapai 4,4 persen, meningkat dari tahun 2013 yang mencapai 3,79 persen atau hanya meningkat tipis 0,16 persen. Sedangkan tingkat inklusi nasional tahun lalu juga meningkat dari 0,11 persen pada tahun 2013 menjadi 1,25 persen tahun 2016 atau meningkat 1,14 persen. Untuk terus meningkatkan capaian itu perlu dilakukan berbagai upaya, satu di antaranya melalui edukasi.***
http://www.denpasarkreatif.com/wp-content/uploads/nabung-saham-copy.jpg495996Adminhttp://www.denpasarkreatif.com/wp-content/uploads/Logo-BeKraf-Denpasar_png-300x138.pngAdmin2017-09-24 06:23:242017-09-24 08:44:33Edukasi Pasar Modal dengan Game Online
TEKNOLOGI digital saat ini telah merambah ke berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Tidak hanya sekadar untuk komunikasi tetapi juga untuk mengatur keperluan rumah tangga. Akses-akses yang dahulu sulit untuk dijangkau kini semakin mudah untuk dilibatkan dan partisipatif. Seperti inisiatif untuk mengatur sampah di Pulau Bali. Lewat sebuah aplikasi digital, kini masyarakat Bali akan mendapatkan informasi dan panduan pengelolaan sampah dalam skala rumah tangga. Aplikasi tersebut bernama Gringgo.
Seperti diberitakan Mongabay Indonesia, aplikasi yang dikembangkan oleh dua pemuda Bali Olivier Puillon dan Febriadi Pratama tersebut merupakan aplikasi digital yang dianggap mampu menjadi solusi masalah sampah di Pulau Dewata. Berangkat dari keresahan pribadi, keduanya memutuskan untuk mengembangkan aplikasi digital untuk mempermudah pencarian informasi tentang pengelolaan sampah.
Inisiatif keduanya dimulai sejak tahun 2014. Meski saat itu belum memiliki aplikasi Gringgo, mereka memutuskan untuk melakukan sosialisasi tentang sampah pada anak-anak. Agar mereka memahami sampah-sampah mana saja yang masih dapat dijual untuk mendapatkan uang.
Perjuangan pun meningkat ketika Olivier dan Febriadi memutuskan untuk memperluas jangkauan, tidak hanya anak-anak namun juga masyarakat umum. Sehingga pada tahun 2015 itulah Gringgo mulai dikembangkan. Pengembangannya akan menjadikan aplikasi tersebut menjadi wadah (platform) untuk mendapatkan informasi jenis-jenis sampah dan nilai uangnya, lokasi-lokasi tempat pembuangan atau pengumpulan sampah, atau bahkan informasi layanan penjemputan sampah.
Agar cita-cita tersebut dapat diwujudkan langkah awal yang dilakukan mereka adalah dengan melobi pemerintah terkait pengelolaan sampah, mendata tempat pengumpulan sampah sementara, mengembangkan program dan perangkat (tools), melakukan uji coba, dan meluncurkan wadah daring itu.
Sampai saat ini Gringgo masih dalam tahap pre alpha trial atau percobaan, namun telah tersedia di Google Playstore dan dapat diunduh secara gratis. “Sekarang mungkin baru selesai 30 hingga 40 persen,” jelas Febri seperti dikutip dari Mongabay Indonesia.
Dalam aplikasi tersebut, pengguna dapat menemukan informasi terkait dengan barang-barang yang dapat di daur ulang seperti plastik, besi, kaca, kertas dan lain-lain lengkap dengan perkiraan harganya. Semisal, tas plastik memiliki harga Rp 500 hingga Rp 1.000 per kilogramnya. Sedangkan botol air mineral jenis Polythylene Terephthalate (PET) dihargai sebesar Rp 1.000 hingga Rp 3.000 per kilogram.
Selain informasi tentang barang-barang yang dapat di daur ulang, Gringgo juga menampilkan informasi terkait peta daur ulang. Peta ini menjelaskan lokasi-lokasi tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) yang telah dikumpulkan oleh Gringgo. Informasinya berupa alamat, kordinat GPS, nomor telepon, nama orang yang dapat dihubungi dan jam operasional. Hingga saat ini data TPS tersebut telah mencakup wilayah Denpasar, Ubud, Gianyar dan Kuta.
Data-data ini dijamin valid oleh tim Gringgo karena datanya diperoleh dengan survei ke lokasi secara langsung. Dalam pengumpulan data ini Gringgo telah bekerja sama dengan dua organisasi yakni Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) dan Yayasan Wisnu. Keduanya memang telah dikenal sebagai organisasi yang berpengalaman dalam penglolaan lingkungan.
Direktur Yayasan Wisnu, Suarnatha mengungkapkan bahwa lewat aplikasi Gringgo ini, masyarakat akan dapat mengetahui lokasi-lokasi pengolahan sampah terdekat.
“Kami ingin membuka data tersebut ke publik agar mereka terbantu. Setelah warga tahu lokasi pengumpulan sampah, mereka juga perlu tahu profil TPS tersebut seperti berapa KK yang memanfaatkan, apa karakter sampahnya, apakah bisa untuk limbah beracun atau tidak, dan seterusnya,” kata Suarnatha.
Dan fitur terakhir yang disediakan oleh Gringgo adalah Permintaan Layanan yang akan memampukan pengguna aplikasi untuk memanggil layanan penjemputan sampah-sampah yang akan didaur ulang. Dengan cara ini, para pengguna aplikasi tidak lagi repot untuk mengantarkan barang-barang yang telah terkumpul ke TPS.
Melalui semua fasilitas yang disediakan oleh Gringgo tersebut, harapannya akan mampu mengubah persepsi masyarakat tentang pengangkut sampah. Lewat pendidikan publik tentang sampah, menciptakan jasa pengangkutan sampah dan daur ulang, serta membuka peluang ekonomi dalam bidang daur ulang sampah.
“Kalau bisa berjalan di Denpasar, kami berharap bisa direplikasi di kota-kota lain,” ujar Suarnatha.
http://www.denpasarkreatif.com/wp-content/uploads/01-gringgo-e1506163899146.jpg498996Adminhttp://www.denpasarkreatif.com/wp-content/uploads/Logo-BeKraf-Denpasar_png-300x138.pngAdmin2017-09-23 17:52:272017-09-23 17:52:54Gringgo Solusi Persampahan di Pulau Dewata
Bali identik dengan tarian, gamelan, lukisan, dan ukiran. Citra itu terpatri kuat di benak banyak orang. Hampir setiap orang yang disodori pertanyaan tentang Bali menjawab demikian. Padahal, Bali memiliki potensi besar di bidang industri digital. Di Bali terdapat banyak komunitas digital dengan fasilitas yang cukup memadai. Itu sebabnya, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia, Hari Santosa Sungkari mendorong agar Bali mulai masuk dan melangkah lebih kencang di jalur ini.
Namun, di sisi lain, Hari Santosa mengatakan bahwa salah satu nilai lebih dalam karya kreatif adalah kekhasan atau keunikannya. Dan, kekhasan yang tak mungkin ditiru oleh bangsa lain mana pun adalah tradisi atau kearifan lokal yang hidup dalam keseharian kita. Karena itu ia mendorong agar kreator digital di Bali membuat aplikasi berdasar kearifan lokal.
“Membuat game leak, misalnya” ujar Hari.
Tampil sebagai pembicara utama dalam Bekraf Developer Day (BDD) yang berlangsung di Denpasar, Bali, Sabtu, 6 Mei 2017, mengatakan bahwa mengangkat keunikan tradisi lokal semacam itu kini menjadi tren di berbagai negara sebagai upaya untuk membuat karya-karya mereka unggul dan sulit ditiru oleh negara lain.
Hari juga menyebutkan contoh keunikan lain dari Bali yang menarik untuk diangkat dalam aplikasi digital, semisal tarian, pertanian, kuliner, dan permainan tradisional, yang bisa dikoneksikan dengan kebutuhan pariwisata.
Dalam pertanian, misalnya, aplikasi digital yang perlu dibangun adalah bagaimana kearifan petani dalam mendeteksi hama dan bagaimana mereka memperkirakan pergantian musim. Dengan mempercanggih pengetahuan tradisional tersebut, maka aplikasi tersebut akan menjadi alat yang sangat dibutuhkan oleh petani dalam meningkatkan kapasitas produksinya.
Tapi, Hari berpesan agar para pengembang aplikasi membuat produk yang simple yang mudah diaplikasikan oleh petani.
“Buat produk digital yang simple. Yang terjangkau dan mudah diaplikasikan oleh petani. Jangan yang susah-susah!,” tegas Hari di hadapan tak kurang dari 650 peserta yang memadati ballroom Aston Denpasar Hotel & Convention Center itu.
Peserta tak hanya dari Bali, adapula peminat industri digital dari luar Pulau Bali, seperti dari Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Jawa.
Pada kesempatan itu pula Ketua Asosiasi Game Indonesia, Narenda Wicaksono, yang tampil sebagai narasumber pada sesi yang berbeda, mengatakan bahwa banyaknya peminat game developer di Bali cukup menggembirakan. Ini terlihat dari kehadiran peserta BDD yang menembus angka lebih dari 500 orang. Tak hanya peminat animasi, peminat programming dan game juga sangat banyak.
Potensi startup di Bali sangat baik,’’ kata pendiri Dicoding tersebut.
Narenda lebih lanjut mengatakan, asosiasi yang dipimpinnya bersama dengan Bekraf akan terus berkontribusi untuk kemajuan industri digital di Indonesia, khususnya di kalangan anak muda. Selain BDD yang sudah berlangsung sejak 2016 lalu, pihaknya juga akan terus mendorong kemajuan industri digital dengan berbagai program. “Kami sedang menyusun pembuatan kurikulum game bagi para pemula, kami juga akan mendirikan Inkubasi bisnis bagi pengusaha pemula. Mudah-mudahan terobosan ini mendorong semakin majunya industri digital di Indonesia,’’ katanya. ***
http://www.denpasarkreatif.com/wp-content/uploads/hari-santosa_20170508_154110-1.jpg498996PulauDewatahttp://www.denpasarkreatif.com/wp-content/uploads/Logo-BeKraf-Denpasar_png-300x138.pngPulauDewata2017-09-23 09:03:592017-09-23 09:26:50Saatnya Bali Kembangkan Aplikasi Digital