PUSTAKA BENTARA “BECOMING, 20 TAHUN GALANG KANGIN”

Pustaka Bentara kali ini akan membincangkan buku “Becoming”, 20 Tahun kelompok perupa GalangKangin dalam menapak dunia kesenirupaan. Selain berisi rangkuman berita terkait aktivitas komunitas ini selama kurun waktu tersebut, terdapat pula tulisan-tulisan kurator pameran, catatan-catatan narasumber terpilih perihal capaian Galang Kangin, termasuk sejumlah kaleidoskop kegiatan.

Sebagai narasumber diskusi yakni Hardiman, yang juga bertindak selaku editor buku serta beberapa kali dipercaya menjadi kurator pameran Galang Kangin. Tampil pula para seniman antara lain, Made Supena, Galung Wiratmaja, I Wayan Setem, dan lain-lain, yang akan berbagi pengalaman bagaimana mengelola kebersamaan komunitas kreatif dengan berbagai latar anggotanya yang boleh dikata berbeda serta memiliki kecenderungan perkembangan gaya lukisnya masing-masing.

Akan ditimbang pula keberadaan Galang Kangin dibandingkan komunitas-komunitas serupa yang ada di BAli atau di tanah air, berikut problematikyang membayangi sebuah kelompok seni rupa dalam merawat eksistensi komunitas di satu sisi dan capaian individu sebagai seniman dengan karya yang mempribadi. Dialog ini juga menandai upaya Galang Kangin yang tengah mempersiapkan satu pameran retrospektif yang mencerminkan dinamika sepanjang 20 tahun ini.

Komunitas Galang Kangin didirikan tahun 1996 dan secara rutin menyelenggarakan aktivitas pameran. Para anggotanya juga meraih berbagai penghargaan seni rupa serta melakukan pameran di dalam maupun di luar negeri.

Selengkapnya : https://bentarabudayabali.wordpress.com/2018/04/02/pustaka-bentara-becoming-20-tahun-galang-kangin/

 

FESTIVAL BUDAYA BAPANG BARONG LAN MEKENDANG TUNGGAL

Jumat, 30 Maret 2018, pukul 13.00 WITA

Sebagai wujud kepedulian pada seni budaya Bali, berikut pelestarian dan upaya pengembangannya, Tribun Bali didukung oleh Bentara Budaya Bali menyelenggarakan “Barong Festival” yang mengagendakan kompetisi Bapang Barong (tarian Barong) dan Mekendang Tunggal, terbuka se-Bali, khususnya untuk seniman-seniman muda.

Adapun materi Barong yang dilombakan adalah terkait Topeng, Condong, Intip Jangkrik, dan Omang, diikuti seniman-seniman muda berusia antara 17 hingga 30 tahun. Selain menyediakan piala dan piagam bagi pemenang, tersedia pula hadiah total senilai puluhan juta rupiah.

Tari Barong memiliki sejarah yang panjang, mencerminkan transformasi sosial kultural masyarakat Bali. Sebagai sosok mitologis, kehadiran Barong selalu disertai penampilan Rangda, cerminan nilai-nilai Rwa Bhineda, yakni pertarungan antara kebaikan dan kejahatan yang berlangsung terus menerus sebagai gambaran akan upaya meraih keharmonian.

Serangkaian dengan festival ini, pada hari sebelumnya, tepatnya tanggal 25 Maret 2018, Bentara Budaya Bali secara khusus menyelenggarakan Bali Tempo Doeloe #20 yang merujuk tajuk “Barong, Mitologi Kini dan Nanti”. Dialog ini mengulas perihal Sosok Barong mitologis tertaut transformasi sosial kultural masyarakat, juga hal-hal esensial Kini dan Nanti bersama narasumber terpilih.

Selengkapnya : https://bentarabudayabali.wordpress.com/2018/03/02/festival-budaya-bapang-barong-lan-mekendang-tunggal/

 

PAMERAN KERIS PETINGET TUMPEK LANDEP 2017

BAMBANG Hariono tampak sumringah. Pria asal Malang yang tergabung dalam paguyuban Pendowo Aji dan terlibat dalam pameran dan bursa keris di depan Museum Bali ini tampak bungah karena keris-keris yang dibawanya ramai peminat dan ia pun meraup untung puluhan juta rupiah karenanya.

Begitulah suasana dari tahun ke tahun pameran keris pusaka dalam rangka Petinget Tumpek Landep yang diselenggarakan Pemerintah Kota Denpasar dan Forum Komunikasi Paguyuban Etnis Nusantara (FKPEN) Bali. Tahun ini acara yang digelar pada 28-31 Agustus 2017 itu bahkan terasa lebih marak dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Menurut M.Hartono, pemilik stand dari paguyuban Selaparang Mandalika Keris, pameran keris pusaka yang diadakan oleh Pemkot Denpasar selalu ramai pengunjung dan penyelenggaraannya sangat tertata.

“Transaksinya sangat bagus, puluhan juta bisa kita dapatkan selama berlangsungnya acara,” tuturnya.

Namun bagi dia bukan itu yang terpenting. Yang lebih penting adalah bahwa Pemrintah Kota Denpasar sangat peduli dengan perkembangan kebudayaan, khususnya terkait benda pusaka seperti keris. Disisi

Memang, sebagai kota yang tergabung dalam organisasi kota-kota pusaka dunia (OWHC) Pemerintah Kota Denpasar sangat memperhatikan keberadaan pusaka warisan nenek moyang.  Kegiatan Petinget Rahina Tumpek Landep  yang  setiap tahun dimeriahkan dengan kirab pusaka, sarasehan, dan aktivitas lainnya dimaksudkan untuk melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam benda-benda pusaka, baik yang tampak maupun yang tidak.

Petinget Rahina Tumpek Landep tahun ini dibuka  dengan gelaran pementasan tari dan tabuh anak-anak  Br. Tegeh Sari, Tonja,  dan Tari Baris Landep yang menggambarkan kewibawaan Keris Bali sebagai lambang Taksu Keluhuran Budaya Nusantara. Tari Baris Landep ini diproduksi oleh Permana Art Studio bekerjasama dengan Disperindag Kota Denpasar.

Acara dilanjutkan dengan  Kirab Pusaka yang pada tahun ini ditandaidengan mengarak  Keris Denpasar sepanjang satu meter. Acara lainnya adalah Pameran Keris Pusaka yang diadakan di dalam Gedung Museum Bali.  Pameran ini melibatkan para pecinta keris dari berbagai daerah di Indonesia. Jumlah keris pusaka yang dipamerkan tak kurang dari 150 buah.

BursaKeris juga mewarnai acara ini. Bursa diselenggarakan di depan Museum Bali melibatkan  sekitar 30 pedagang keris dari Bali dan luar Bali. Terdapat juga Sertifikasi Keris sebagai layanan bagi masyarakat yang memiliki keris secara turun temurun namun tidak mengetahui spesifikasinya secara detil seperti luk, pamor, fungsi, tahun pembuatan,  dan lain-lain. Sertifikat ditanda tangani oleh Kurator Keris yang kompeten.

Selain keris pusaka, dalam pameran digelar juga produk pande besi, emas perak dan kerajinan lainnya.  Di sela-sela itu diselenggarakan Serasehan bertema “Jelajah Holistik Tumpek Landep sebagai Hari Pusaka lokal, regional”  yang melibatkan Budayawan, Seniman dan Pecinta Keris, SKPD Terkait, Unsur Akademisi, Bendesa Desa Pekraman se Kota Denpasar, Tokoh Agama dan Adat, STT dan  Swasta.

Tampil sebagai pembicara dan moderator antara lain  Prof. Dr. I Nyoman Suarka,  Dr.  AAA. Ngurah Tini Rusmini Gorda ,  Drs Nyoman Mudita (Pengusaha, Denpasar), dan Dr. Ida Bagus Rai Putra

Sebagai pelengkap digelar pula berbagai kesenian tradisional seperti Wayang dan Bondres. ***

 

Topeng Singapadu, Tak Lekang Karena Waktu

Desa Singapadu adalah titik penting dalam peta seni topeng di Bali. Tradisi seni topeng di desa ini memiliki jejak dan latar historis yang sangat panjang. Berbagai catatat dan bukti sejarah lain menunjukkan bahwa masyarakat di desa ini telah mengenal dan menggeluti seni topeng sejak abad ke18, dan hingga kini tetap menggelutinya dengan takzim. Seolah kesenian ini telah menjadi bagian penting dari masyarakat Singapadu dan tak oleh waktu.

Untuk merayakan hal itu sebanyak 165 karya topeng kreasi 68 seniman dari Desa Singapadu, Gianyar, Bali,  dipamerkan di Bentara Budaya Bali hingga 13 Agustus 2017.

Kekuatan di balik topeng-topeng Singapadu yang dipamerkan itu tentu saja kandungan rentang sejarah, legenda yang unik, estetika yang unggul, ikonografi yang tepat, seniman-seniman yang hebat, dan kharisma yang terpancar dari setiap topeng yang diciptakan melaui proses pembuatan yang rumit.

“Semua itu menjadi satu kesatuan yang langka dan menjadi keunggulan Topeng Singapadu dibanding topeng mana pun di Bali,” ujar Prof. Dr. I Made Bandem, MA, kurator pada pameran ini.

Dalam format pertunjukan, sejarah topeng Singapadu ditampilkan lewat pentas Tari Barong Api yang menggambarkan kisah tentang Cokorda Agung Api, generasi pertama seniman topeng Singapadu. Ia terinspirasi membuat Barong Ket dari kilauan cahaya matahari. Tokoh ini adalah salah satu putra dari Dewa Agung Anom atau kerap dikenal sebagai Sri Aji Wirya Sirikan, Raja atau Dalem Sukawati yang berasal dari Klungkung.

Adapun pameran menghadirkan beragam tapel dari bentuk topeng barong (Bebarongan) atau topeng dramatari (Patopengan) hingga karya sejumlah seniman muda berupa topeng-topeng modern dan kontemporer. Di antaranya terdapat Tapel Barong Ket, Tapel Celuluk, Topeng Sidakarya, hingga topeng-topeng yang dipakai untuk seni tari hiburan.

“Setiap topeng seolah menegaskan eksistensinya tersendiri, namun secara keseluruhan terangkai tak terpisahkan sebagai jati diri masyarakat Singapadu,” sebut Bandem.|

Serangkaian pameran akan digelar pula sebuah timbang pandang pada Sabtu, 12 Agustus 2017. Pameran berangkat dari buku “Barong Kunti Sraya” karya Ni Luh Swasti Wijaya Bandem. Sebagai pembahas adalah Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST, MA. dan I Ketut Kodi, SSP, M.Si. Timbang pandang tersebut akan diawali tayangan dokumenter Barong Kunti Sraya 1928 hasil direpatriasi yang dilakukan oleh STMIK STIKOM Bali,  dan Arbiter Cultural and Traditions New York.**

Sumber: Tempo.co